Indonesia saat ini sedang berproses dari sebutan negara berkembang ke negara maju tentu butuh perbaikan di segala bidang termasuk kesehatan. Banyak penyakit berbahaya yang dulu ada, kini berangsur hilang dan dapat disembuhkan. Ternyata banyak pula penyakit yang jadi masalah di masa lampau masih belum teratasi dengan baik karena timbul aneka stigma membuat kesadaran masyarakat terhadap penyakit tersebut minim salah satunya adalah kusta.
Indonesia masih menjadi negara ketiga dunia penyumbang kasus kusta tertinggi dengan angka 17.000 per tahun. Ini sangat disayangkan sebab kesehatan adalah pondasi supaya tercipta generasi berkualitas. Maka, masalah bidang kesehatan merupakan tanggung jawab kita bersama bukan hanya pemerintah. Perlu kolaborasi yang baik dari pihak-pihak terkait.
Mengenal Kusta
Kusta disebabkan bakteri Mycobacterium leprae. Penderita yang ingin sembuh mesti rutin meminum antibiotik yang diresepkan dokter selama 6 bulan hingga 2 tahun.
Sampai sekarang belum ditemukan vaksin pencegahan penyakit kusta, hanya dapat dilakukan deteksi dini saat ada gejala agar bakteri tidak makin meluas. Contoh antibiotik yang digunakan untuk pengobatan kusta adalah rifampicin, dapsone, clofazimine, minocycline, dan ofloxacin.
Adapun gejala kusta sebenarnya tidak tampak jelas, bahkan baru muncul setelah bakteri berkembang biak selama 20-30 tahun. Dilansir dari alodokter.com beberapa gejala kusta yang dapat dirasakan penderitanya adalah:
- Mati rasa di kulit, termasuk kehilangan kemampuan merasakan suhu, sentuhan, tekanan, atau rasa sakit
- Muncul lesi pucat, berwarna lebih terang, dan menebal di kulit
- Kulit tidak berkeringat (anhidrosis)
- Muncul luka tapi tidak terasa sakit
- Pembesaran saraf yang biasanya terjadi di siku dan lutut
- Otot melemah, terutama otot kaki dan tangan
- Kehilangan alis dan bulu mata
- Mata menjadi kering dan jarang mengedip
- Mimisan, hidung tersumbat, atau kehilangan tulang hidung
Dukungan Semua Pihak Dibutuhkan Untuk Atasi Kusta
Menyambut Hari Kesehatan Dunia yang jatuh pada tanggal 7 April 2022, KBR kembali menggelar talkshow lewat YouTube Live membahas Kolaborasi Pentahelix Untuk Atasi Kusta. Menghadirkan pembicara Dr. dr. Flora Ramona Sigit, Sp. KK, M. Kes, Dipl-STD HIV FINSTD dan R. Wisnu Saputra, Ketua Bidang Organisasi Persatuan Wartawan Indonesia Kab. Bandung.
Ditegaskan bahwa kesehatan tidak hanya fisik saja tapi juga kesehatan mental. Dokter Flora mengaitkan dengan kusta yang sebenarnya penyakit minim penularan jika kita tidak kontak erat namun stigmanya bahwa penderita harus dijauhi. Tentu hal tersebut mempengaruhi mental health penderita. Kemudian berdampak pula pada proses pengobatan.
R. Wisnu Saputra menambahkan bahwa penderita kusta yang akhirnya mengalami disabilitas tidak hanya merupakan masalah kesehatan tapi juga isu kemanusiaan. Wartawan dinilai punya peran aktif dalam sosialisasi sehingga masyarakat mampu meningkatkan kualitas kesehatannya. Jangan sampai masih ada diskriminasi pada warga yang terkena kusta, sebab bagaimanapun juga mereka memiliki hak-hak sebagai warga negara.
Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa kolaborasi pentahelix yang dimaksud adalah kolaborasi antara
1. Tenaga Kesehatan
2. Tokoh Sosial
3. Tokoh Media Massa
4. Pemuka Agama
5. Pemerintah Daerah
Seperti contoh yang sudah dilakukan Bupati M. Irsyad di Pasuruan, dengan program Surya Masjelita yaitu jadi sehat untuk berkarya mandiri bersama kelompok jelang eliminasi kusta. Beliau melakukan sosialisasi Rebo Kusta, pembentukan kelompok perawatan diri, serta evaluasi yang paling penting. Jadi tidak hanya merencanakan namun langsung mengerjakan aksi dengan begitu angka kusta dapat ditekan.